SYARIAT TAURAT atau KEMERDEKAAN INJIL?

PENGANTAR


Belakangan ini di lndonesia ada kegairahan sebagian umat Kristen untuk kembali ke akar Yudaik dengan kembali menjalankan hukum Taurat dan upacara-upacara yang termaktub dalam Perjanjian Lama, sehingga dengan demikian mau tidak mau mereka memikirkan kembali keyakinan Injil yang dipercayai sebelumnya.

Hukum Taurat merupakan nafas Perjanjian Lama yang diterima oleh Musa dan diberitakan oleh para nabi Perjanjian Lama, dan ditujukan kepada bangsa Israel/Yahudi.

Namun, bagi umat Israel/Yahudi, hukum itu berangsur-angsur membeku menjadi ritual kaku yang bukan melayani Tuhan tetapi melayani kepentingan manusia dan menjadi adat istiadat manusia saja.

Tuhan Yesus berfirman:

"Perintah Allah Kamu abaikan untuk berpegang pada adat-istiadat manusia." (Markus7:8).



Sejalan dengan itu, Yesus hadir untuk memerdekakan umat Tuhan dari hukum Taurat yang membeku menjadi adat-istiadat manusia dan membawa umat Tuhan kepada penggenapan Taurat dalam bentuk Injil Anugerah yang memerdekakan umat.

Injil Anugerah tidak menggantikan hukum Taurat, tetapi menggenapi hukum Taurat dengan memberi pengertian yang lebih mendalam lagi sehingga terjadi kepenuhan dalam hubungan iman umat dengan Tuhannya.

Belakangan ini ada sebagian umat Kristen yang mendengungkan semangat untuk kembali ke akar yudaik dan mengembalikan kekristenan kembali mengikuti hukum Taurat dengan konsekwensi mereka beralih dari Injil Anugerah untuk kembali kepada syariat Taurat, sesuatu yang justru berlawanan dengan yang diajarkan Tuhan Yesus dan para Rasulnya yang tercatat dalam Perjanjian Baru dan selama ini sudah diikuti umat kristen.

Kita akan membahas beberapa perbandingan ritual hukum Taurat Perjanjian Lama dan ritual Injil Anugerah Perjanjian Baru.


DAFTAR ISI :

1. Injil Yang Memerdekakan
permasalahan-kristus-atau-taurat-vt223.html#p15092

2. Hari Minggu Pengganti Sabat Sabtu
permasalahan-kristus-atau-taurat-vt223.html#p15094

3. Paskah Kebangkitan
permasalahan-kristus-atau-taurat-vt223.html#p15095

4. Semua Makanan Halal
permasalahan-kristus-atau-taurat-vt223.html#p15096

5. Mari Merayakan Natal
permasalahan-kristus-atau-taurat-vt223.html#p15097

6. Basuhan-Sunat atau Baptisan?
permasalahan-kristus-atau-taurat-vt223.html#p15098

7. Kesimpulan
permasalahan-kristus-atau-taurat-vt223.html#p15099

I. INJIL YANG MEMERDEKAKAN



Yesus adalah orang Yahudi, tinggal di kawasan Yahudi, dan berada dilingkungan agama Yahudi. Apakah Yesus mengikuti hukum Taurat Yahudi ataukah Ia membawa misi transformasi menuju Injil yang memerdekakan?

Umat Perjanjian Baru pada saat Yesus hidup masih berada dilingkungan hukum Taurat dan adatistiadat Yahudi, karena mereka umumnya tinggal di Yerusalem dan Yudea dimana kekuasaan para Rabi itu dominan, sekalipun orang-orang Israel kala itu berada dibawah pemerintahan Romawi.

Yesus sendiri semasa masih bayi dibawa ke bait Allah di Yerusalem, disunat pada hari kedelapan dan menjalani ritual pentahiran dan penyerahan anak sulung (Lukas 2:21-24), dan pada umur 12 tahun la kembali diajak oleh kedua orang tuanya untuk pergi ke Yerusalem merayakan hari raya Pesakh Yahudi sebagai peringatan keluarnya orang Israel dari perbudakan di Mesir (Lukas 2:4142).

Namun, apakah itu berarti bahwa setelah Yesus mulai mengajar, ajaran-Nya adalah ajaran Yahudi yang berpusat Taurat? Sekalipun berlatar belakang agama Yahudi, sejak awal Yesus sudah melakukan transformasi keyahudian.

Sejak Yesus mulai melayani, la sudah menunjukkan reformasinya terhadap ibadat Yahudi yang sudah membeku, agama Yahudi yang sudah kehilangan gigitannya dan menjadi ritual yang memberatkan umat. Ditengah konteks demikianlah Yesus hadir mengadakan reformasi.

Sejak awal pelayanannya, Yesus sudah menunjukkan suatu ritual baru yaitu la dibaptiskan oleh Yohanes (Lukas 3:21-22), suatu ritual baru yang tidak ada dalam ibadat Israel selain adat basuhan, namun kenyataannya pada peristiwa pembaptisan itu ritual itu direstui oleh Roh Kudus dan Allah Bapa.

"Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan la melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya-lah Aku berkenan." (Matius 3:16-17).



Di sini kita melihat gambaran Trinitas yang jelas, dimana pribadi Yesus dibedakan dengan pribadi Yahweh, dan pribadi Roh Kudus juga dibedakan dari pribadi Yahweh. Ini menunjukkan perbedaan dengan konsep tauhid dalam kepercayaan Yahudi. Demikian juga konsep kehadiran Roh Kudus dalam diri Yesus (Lukas 4: 1) membedakannya dari kehidupan berdasarkan syariat Taurat Tanakh Yahudi.

Di Nazaret ketika Yesus mulai melayani, Ia semula masih datang di hari Sabat (Lukas 4:16,31), di sinilah Ia menyatakan diri sebagai Messias yang diurapi, suatu penggenapan nubuatan PL dengan cara membaca surat nabi Yesaya (Lukas 4:18-19). Ini mengindikasikan bahwa sejak awal pelayanannya di bumi ini, Yesus sudah membedakan diri dari ibadat Yahudi. Ia yang bukan ahli kitab dan keturunan imam, tetapi bisa mengajar di sinagoga-sinagoga seperti di Nazaret, dan kalau ibadat Yahudi berpusat di Bait Allah dan Sinagoga, Yesus mulai mengajar di banyak tempat, di tepi pantai, di pasar, di rumah jemaat, bahkan termasuk kotbah di Bukit (Matius 5-7).

Injil, kabar baik dihadirkan bukan sebagai syariat yang memberatkan umat dengan segala ritualnya seperti yang terjadi dalam agama Yahudi yang secara ketat diawasi oleh para imam agama, tetapi Yesus mendatangkan tahun Sabat (Tahun Rakhmat Tuhan) sebagai anugerah kepada umat manusia, konsep pembebasan yang dalam Perjanjian Lama hanya dimengerti secara teoritis tetapi sekarang ditampilkan dalam kenyataan.

Karena pelayanannya yang sejak awal sudah membedakan diri dengan agama Yahudi tradisional sejak pelayanan perdananya Yesus kemudian ditolak dan seisi rumah ibadat marah kepada-Nya bahkan la akan dilemparkan dari atas tebing (Lukas 4:28-29). Selanjutnya Yesus mulai mengadakan banyak mujizat sebagai penggenapan Yesaya 61:1-2 / Lukas 4:18-19, dimana la membebaskan banyak orang dari belenggu penyakit dan kerasukan setan.

Soal kebiasaan berpuasa, yaitu tidak makan pada hari-hari dan jam-jam tertentu, yang dalam adat istiadat Yahudi telah merosot dipraktekkan dengan tidak makan sambil menunjukkan muka muram, dalam kehidupan Yesus yang baru diberi pengertian yang baru, bahkan kemudian Yesus mengatakan kepada hadirin yang mendengar kotbahnya:

"Tidak seorang pun mengoyakkan secarik kain dari baju yang baru untuk menambalkannya pada yang tua ... tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang lama." (Lukas 5:33-39, lihat penjelasan di wine-dan-minuman-keras-vt868.html#p2402 ).



Dengan demikian, Yesus telah memberikan gambaran ibadat yang baru yang digambarkan sebagai baju agama yang baru, menggantikan ibadat ritual yang lama yang telah koyak bagaikan koyaknya baju yang sudah tua. Pandangannya mengenai hari Sabat juga berubah, bahwa Sabat bukan lagi ritual yang memberatkan pada hari Sabtu, tetapi Sabat adalah suatu aksi yang membebaskan umat, karena Yesus sendirilah Tuhan atas hari Sabat.

Selanjutnya dengan mengumpulkan keduabelas murid, la telah membuka era pelayanan baru yang selama ini berpusat pada pelayanan para Imam yang secara turun temurun melayani ritual di rumah ibadat (bersifat sentripetal/memusat), sekarang bersifat melayani keluar melalui para murid yang diutus (bersifat sentrifugal! menyebar). Dalam Perjanjian Lama, keimaman dilayani oleh keturunan Lewi karena merekalah yang diberi wewenang secara keturunan sebagai pemelihara ritual agama, namun sekarang pelayanan dilakukan murid-murid yang dipilih bukan atas dasar keturunan keimaman melainkan karena panggilan, iman dan anugerah Allah. Rasul Petrus mengatakan:

"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib." (1 Petrus 2:9).


Yesus mengajarkan dasar iman yang benar, bukan karena kita menyebut nama 'Tuhan' maka kita selamat dan diperkenan melainkan bila kita melakukan kehendak-Nya (Matius 7:24-27). Kehidupan Iman tidak lagi terkurung temboktembok rumah ibadat dan ritual sesuai tradisi nenek-moyang, melainkan dunia ini menjadi rumah ibadat bagi Yesus dan jemaat, dan Yesus mengutus murid ke dalam dunia (Yoh. 17:18). Umat tidak lagi menyembah di Yerusalem atau di bukit Gerizim, tetapi menyembah Bapa dengan roh dan kebenaran (Yoh. 4:21-24), Manusia menjadi Bait-El (1 Korintus 6: 19).

Doa yang selama ini merupakan pengulangan ayat-ayat doa melalui pimpinan para Imam, berubah menjadi doa langsung kepada Tuhan sebagai ungkapan hati yang bertobat (Matius 6: 515). Doa menjadi percakapan dialogis dengan Tuhan yang hidup. Yesus bahkan membandingkan doa dan puasa seorang Farisi dan ahli Taurat yang bersifat ritual dengan doa orang berdosa yang dengan tulus diucapkan (Lukas 18:9-14). Menariknya, dalam kedua doa itu, justru doa orang miskin itulah yang lebih diperkenan Tuhan daripada doa ritual orang Farisi .

Konsep ibadat yang menekankan Iman dan Anugerah jelas dalam pengajaran Yesus, dan ini dikaitkan dengan konsep kelahiran baru dimana Roh Kudus dikaruniakan ke dalam diri manusia yang berbeda dengan keselamatan karena melakukan hukum Taurat:

"Jikalau seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat kerajaan Allah." (Yohanes 3:3)


Demikian juga ada berita anugerah yang indah ditawarkan kepada manusia, bahwa:

"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga la telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16)


Konsep iman sudah berbeda dengan konsep iman akan hukum Taurat yang bertumpu pada perbuatan, iman perjanjian baru itu ibarat gandum yang bertumbuh di tanah yang baik (Matius 13: 1-43) yang menghasilkan buah karena pohonnya berakar di tanah yang baik dan mendapat siraman firman Tuhan yang menyegarkan dan menghidupkan.

Karena pengajaran Yesus yang makin melepaskan diri dari ritual hukum Taurat yang bersifat lahir itulah, Yesus dianggap berseberangan dengan orang Farisi khususnya dan hukum agama Yahudi umumnya, bahkan dalam hal Sabat berkalikali Yesus disalahkan oleh orang Farisi.

Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orangorang Farisi (Matius 23: 1-36), apalagi ketika la menyatakan diri-Nya sebagai Allah, dan menyebut bahwa "Aku dan Bapa adalah satu" (Yohanes 10:20) dan mengaku bahwa "Aku Anak Allah" (Yohanes 10:36), dan bahwa "Bapa didalam Aku dan Aku di dalam Bapa." Ia kemudian diadili dan disalibkan. Dalam hal hukum Taurat, Yesus berkata:

"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya." (Matius 5:17).



Lalu apakah yang dimaksudkan dengan 'menggenapi' seperti yang dikatakan Yesus itu? dari konteks perikop ayat di atas jelas bahwa kalau hukum Taurat biasa bersifat perbuatan lahir dan dimengerti secara harfiah, maka hukum kasih bersifat rohani dan tertulis dalam hati, seseorang bukan diukur dengan ritual yang kelihatan diluarnya tetapi lebih karena motivasi dalam hati.

Yesus sering dikritik karena tidak melakukan adat-istiadat nenek-moyang yahudi:

"mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek-moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan." Tetapi jawab Yesus kepada mereka: "mengapa kamu pun melanggar perintah Allah demi adatistiadat nenek-moyangmu?" (Matius 15:2-3).



Bagi Yesus 'menggenapi' berarti membuka selubung Taurat yang selama ini membuat para pengikutnya tidak bisa melihat makna sebenarnya dari hukum itu. Jadi menggenapi bukan meniadakan tetapi mengembalikan kepada pengertian hakiki hukum yang sebenarnya. Mengutip surat Yesaya, Yesus bersabda:

"Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia." (Markus 7:6-8).



Disini Yesus ingin membawa umat manusia kepada pengertian hukum Taurat yang benar, yaitu hukum 'Kasih.'

" ... seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia: "Guru hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." (Matius 22:35-40).



Berbeda dengan anggapan seakan-akan Yesus patuh pada hukum Taurat sesuai tradisi turun temurun dan penafsiran para Imam Yahudi, dan Pauluslah yang kemudian melepaskan kekristenan dari akarnya Yahudi, kita sudah melihat bahwa sejak awal pelayanannya, Yesus sudah dengan pelan tapi pasti melepaskan diri dari adat-istiadat Yahudi dan bayang-bayang hukum Taurat yang dipercayai secara harfiah dalam agama Yahudi, dan kemudian membawanya masuk ke dalam hukum kasih, yaitu kasih kepada Allah dan kasih kepada manusia.

Kita dapat melihat bahwa Yesus maupun para Rasul tidak lagi memegang hukum Taurat (seperti dimengerti agama Yahudi) tetapi Taurat Perjanjian Lama diperbarui menjadi Injil Perjanjian Baru yang membawa manusia kepada iman, kebenaran dan kasih, dan menyadarkan umat bahwa keselamatan dan kebenaran bukanlah tergantung dari melakukan perbuatan hukum-hukum Taurat melainkan karena Iman dan Kasih Karunia dengan menjalankan hukum Kasih. Dengan demikian umat Kristen Perjanjian Baru telah dimerdekakan dan hidup dalam kabar kesukaan Injil, dengan Roh dalam hati yang diperbaharui dengan roh yang baru (Yeremia 31 :3133/ Yehezkiel 36:26-27).

Dalam persidangan di Yerusalem berkenaan dengan kontroversi sunat, para rasul memutuskan bahwa ritual sunat tidak lagi mengikat karena umat menerima keselamatan oleh kasih karunia dan bukan karena perbuatan sunat, dan ini bukan lagi menjadi hak orang Yahudi saja.

"Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga." (Kisah 15:11).



Sunat sebenarnya ialah sunat rohani di dalam hati dan bukan sunat yang dilakukan secara lahir.

"Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah." (Roma 2:29).



Yesuslah yang pertama membawa pembaruan ibadat dari yang lama menjadi baru di kalangan orang Yahudi, dan barulah rasul Paulus dan rasulrasul lainnya yang melanjutkannya di kalangan Yahudi perantauan dan orang asing sehingga mereka disebut sebagai Kristen (Kisah 11 :26). Dalam Kisah Para Rasul pasal 22 dan seterusnya, Paulus membawa umat Yahudi keluar dari tradisi 'Taurat' dan membawanya kepada 'iman dan anugerah Injil' .

Dalam surat Paulus kita melihat ajaran 'Injil' yang lepas dari Taurat, karena kita hidup dari 'iman dan anugerah Allah' dan bukan lagi karena 'perbuatan dan melakukan Taurat' (Roma 5-8; Galatia 3; Efesus 2; Filipi 3; Kolose 2).

Menghadapi mereka yang masih mengikuti Taurat (makanan halal-haram & merayakan harihari tertentu seperti Sabat), rasul Paulus mengingatkan mereka yang sudah tidak mengikutinya agar 'tidak menghakimi mereka yang lemah' yang masih menjalankan hal itu (Roma 14), tetapi ia mengajak agar umat kristen meninggalkan sikap iman yang masih lemah termasuk merayakan Sabat karena kita sudah dimerdekakan oleh Roh Kristus (Galatia 4: 1-11). Paulus berkata:

"Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya itu hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedangkan wujudnya ialah Kristus." (Kolose 2:16)



Rasul Paulus juga menekankan konsep Injil Anugerah yang berbeda dengan ajaran Taurat yang dipercayai secara tradisi, bahwa:

"kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kritus. . .. karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. ... Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya! Dan bukan hanya itu saja! Kita malah bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, sebab oleh Dia kita telah menerima perdamaian itu." (Roma 5:1-11)



Sebagian umat kristen ingin mengembalikan umat Kristen kembali kepada hukum Taurat dan adatistiadat Yahudi, padahal Yesus, dan kemudian para rasulnya, sudah melepaskan kita dari kuk Taurat dan membawa kita ke bawah anugerah Allah. Rasul Paulus berkata kepada mereka yang masih terikat hukum Taurat, bahwa:

"Adakah kamu telah menerima Roh karena melakukan hukum taurat atau karena percaya kepada pemberitaan Injil? Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah engkau sekarang mengakhirinya di dalam daging?" (Galatia 3:3).

"Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalamnya." (Efesus 2:8-10).


Perlu disadari bahwa sama halnya dengan Yesus yang ingin menggenapi Taurat, rasul Paulus juga tidak mengajarkan umat untuk merombak hukum Taurat melainkan meneguhkannya.

"Jika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya." (Roma 3:31).



Meneguhkan dalam pemikiran Paulus sama dengan menggenapi dalam pemikiran Yesus, soalnya memang sekalipun Paulus mengatakan tidak membatalkan Taurat, ia memberikan arti sebenarnya dibalik huruf-huruf Taurat itu yaitu pengejawantahannya yang bukan dengan "perbuatan" tetapi dengan "iman."

Dalam konteks ayat Roma 3:21-31, Paulus menyebut bahwa tanpa hukum Taurat (yang bersifat lahir) umat mengenal kebenaran Allah karena:

(ay.22) iman;
(ay.24) pembenaran itu terjadi karena kasih karunia penebusan Kristus;
(ay.25) karenanya manusia memperoleh jalan pendamaian karena darahnya; karena itulah disimpulkan bahwa:
(ay.28) "Manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat. "


Dengan demikian jalan keselamatan tidak hanya menjadi hak orang Yahudi yang bersunat saja tetapi hak semua orang (ayat 22,26,29,30).

Perikop ini dilanjutkan dengan uraian mengenai "Abraham dibenarkan karena iman" pada fasal 4. Rasul Paulus kemudian memberikan pengertian hukum Taurat dengan jelas, sebagai berikut:

"Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat." (Roma 7:6).



(Lihat Artikel : MANUSIA DIBENARKAN HANYA OLEH IMAN (Roma 3:21-4:25), di manusia-dibenarkan-hanya-oleh-iman-roma-3-21-4-25-vt1606.html#p6010 )


Dapat dimengerti mengapa mereka yang ingin kembali ke akar yudaik menganggap Surat-Surat Paulus sebagai kurang berotoritas bahkan ada yang menolaknya sama sekali, soalnya ajaran Paulus dengan jelas mengajarkan umat agar berakar dalam Tuhan Yesus Kristus dan bukan berakar pada ajaran turun-temurun yaitu akar adat istiadat Yahudi.

"Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur. Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turuntemurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kritus." (Kolose 2:6-8)



Memang pada awal pelayanan Yesus ada timbul kelompok yang dikenal sebagai pengikut Yakobus dan disebut sebagai Nasrani:

"Pada keesokan harinya pergilah Paulus bersama-sama dengan kami mengunjungi Yakobus; .... Lalu mereka berkata kepada Paulus: "Saudara, lihatlah beribu-ribu orang yahudi telah menjadi percaya dan mereka semua rajin memelihara Taurat .... Di antara kami ada empat orang yang bernazar" (Kisah 21:18-23).



Kelompok pengikut Yakobus ini adalah dari keturunan Yahudi yang umumnya hidup di Yerusalem dan masih sangat ketat menjalankan hukum Taurat dan melakukan nazar namun sudah mengenal Yesus sebagai Mesias penggenap Taurat. Dalam Kisah Para Rasul, kelompok ini dibedakan dengan orang 'Kristen' yang umumnya berkembang di luar adat-istiadat Yahudi yang percaya dan mengejawantahkan ajaran Yesus dan para Rasul terutama seperti yang dicerminkan dalam surat-surat Paulus.

" ... Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen." (Kisah 11:26).


Kelompok Yakobus adalah segmen kecil dari kekristenan yang tinggal di Yerusalem dibandingkan kelompok Kristen yang sebagian besar berada di luar kawasan itu, dan terbatas diikuti oleh keturunan Yahudi yang menjadi Kristen, sedangkan umat Yahudi Yerusalem lainnya dan yang ada di perantauan yang sudah kurang menjalankan tradisi Yahudi dan tidak lagi mengenal bahasa Ibrani bila mereka mengikuti Yesus, melebur bersama-sama dengan umat Kristen disekitar Laut Tengah pada waktu Yesus dan para rasulnya hidup, dan mereka hidup dibawah Injil anugerah Allah yang memerdekakan mereka.

II. HARI MINGGU PENGGANTI SABAT SABTU



Dalam Perjanjian Lama diajarkan ritual Sabat, yaitu perhentian pada hari ketujuh (Sabtu) dari semua pekerjaan. Namun adat-istiadat Yahudi lama kelamaan tidak lagi mengerti hakekat Sabat yang memberi kelegaan/istirahat tetapi kemudian menjadikan Sabat sebagai syariat yang memberatkan umat. Yesus datang menjadi Tuhan atas Sabat dan untuk menggenapkan hari kelegaan/perhentian yang sebenarnya.

Sejak PL, Sabat sebagai firman keempat (Keluaran 20:11) terus dijalankan secara ketat oleh orang Yahudi, bukan sekedar sebagai peringatan tentang hari tertentu dimana seseorang mengalami istirahat/perhentian setelah seminggu bekerja, namun dalam ibadat kemudian hal ini menjadi ritual syariat yang membatasi dan membebani kehidupan manusia. Demi Sabat orang tidak boleh berjalan jauh sekalipun itu untuk tugas mulia, dan demi Sabat seseorang tidak mungkin menolong ternaknya yang terperosok di jurang kalau jaraknya melebihi syariat Taurat yang sudah digariskan (lihat Larangan Sabat di sabat-vt311.html#p1567 ). Pokoknya Sabat berbeda dari artinya semula sebagai hari yang membebaskan sekarang berubah menjadi hari yang membelenggu umat.

Sejak ketika Yesus mulai melayani, Ia datang di hari Sabat (Lukas 4:16,31), tetapi bukan sepenuhnya sebagai pengikut ritual tetapi karena itu adalah hari dimana Ia bisa bertemu umat yang berkumpul di rumah ibadat. Selanjutnya pandangannya mengenai hari Sabat mulai berubah, la menjelaskan bahwa Daud melanggar syariat Sabat lahiriah demi pembebasan kehidupan riel kepada para pengikutnya (Lukas 6:4-5). Bahkan Yesus sering menyembuhkan orang dihari Sabat dan melanggar Sabat, suatu yang dipersalahkan dalam ibadat hukum Taurat (Lukas 6:6-11;13:14). (lihat Artikel : MELANGGAR HARI SABAT – TIDAK BERSALAH, di melanggar-hari-sabat-tidak-bersalah-vt2057.html#p10881 ).Dalam konteks ini Yesus berkata kepada mereka yang menentangnya:

"Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat." (Markus 2:27-28).



Ada juga yang menyalah-tafsirkan ayat itu seakanakan Yesus menunjukkan perintah untuk memelihara Sabat, padahal konteks ayat itu menjelaskan hal yang sebaliknya, yaitu membantah pengertian orang Farisi mengenai bagaimana memelihara Sabat! Inti Sabat sebenarnya adalah satu hari yang mendatangkan damai sejahtera dan kelegaan kepada manusia setelah seseorang mengalami beban pekerjaan selama 6 hari lamanya. Yesus mengatakan kepada mereka yang lelah dan menanggung beratnya kehidupan kerja disekelilingnya:

* Matius 11:28
LAI TB, Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.
KJV, Come unto me, all ye that labour and are heavy laden, and I will give you rest.
TR, δευτε προς με παντες οι κοπιωντες και πεφορτισμενοι καγω αναπαυσω υμας
Translit. interlinear, deute {datanglah} pros {kepada} me {-Ku} pantes {semua} hoi {yang} kopiôntes {merasa lelah} kai {dan} pephortismenoi {telah dibebani} kagô {dan Aku} anapausô {akan memberi kelegaan/ kesegaran} humas {(kepada) kamu}

Kata 'kelegaan' dalam Matius 11:28 adalah terjemahan dari kata Yunani αναπαυσω - anapausô berasal dari kata αναπαυω – anapauô yang terdiri dari preposisi ανα – ana dan verba παυω - pauô.



Sekarang bandingkan dengan ayat ini :

* Keluaran 20:11
LAI TB, [color=green] Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya.

KJV, For in six days the LORD made heaven and earth, the sea, and all that in them is, and rested the seventh day: wherefore the LORD blessed the sabbath day, and hallowed it.
Hebrew,

כִּי שֵֽׁשֶׁת־יָמִים עָשָׂה יְהוָה אֶת־הַשָּׁמַיִם וְאֶת־הָאָרֶץ אֶת־הַיָּם וְאֶת־כָּל־אֲשֶׁר־בָּם וַיָּנַח בַּיֹּום הַשְּׁבִיעִי עַל־כֵּן בֵּרַךְ יְהוָה אֶת־יֹום הַשַּׁבָּת וַֽיְקַדְּשֵֽׁהוּ׃ ס
Translit, KÏ SYÊSYET-YÂMÏM 'ÂSÂH YEHOVÂH 'ET-HASYÂMAYIM VE'ET-HÂ'ÂRETS 'ET-HAYÂM VE'ET-KÂL-'ASYER-BÂM VAYÂNAKH BAYOM HASYEVÏ'Ï 'AL-KÊN BÊRAKH YEHOVÂH 'ET-YOM HASYABÂT VAYQADESYÊHU
LXX, εν γαρ εξ ημεραις εποιησεν κυριος τον ουρανον και την γην και την θαλασσαν και παντα τα εν αυτοις και κατεπαυσεν τη ημερα τη εβδομη δια τουτο ευλογησεν κυριος την ημεραν την εβδομην και ηγιασεν αυτην
Translit, EN GAR HEX HÊMERAIS EPOIÊSEN KURIOS TON OURANON KAI TÊN GÊN KAI TÊN THALASSAN KAI PANTA TA EN AUTOIS KAI KATEPAUSEN TÊ HÊMERA TÊ HEBDOMÊ DIA TOUTO EULOGÊSEN KURIOS TÊN HÊMERAN TÊN HEBDOMÊN KAI HÊGIASEN AUTÊN


Kata "κατεπαυσεν - katepausen" dalam Septuaginta/LXX (terjemahan Yunani dari Tanakh Ibrani) diatas adalah terjemahan untuk istilah "SYABAT" dalam Keluaran 20:11. Berasal dari kata καταπαυσις - 'katapausis' yang terdiri dari preposisi κατα - kata dan verba παυω - pauô. Jadi kata "παυω - pauô" merupakan terjemahan kata Ibrani 'SYABAT' (Keluaran 20:11). Dan istilah yang sama digunakan dalam Matius 11:28.


Sikap Yesus terhadap hari Sabat secara konsekwen dinyatakan dengan kebangkitannya bukan pada hari Sabat hari ketujuh tetapi 'pada hari pertama dalam minggu' (Matius 28:1). Ini menarik karena kemenangannya atas maut dan ke'tuhan'annya tidak dinyatakan pada hari 'Sabat Sabtu' tetapi pada 'hari Minggu' karena Ia telah mendatangkan Sabat Yobel bagi manusia.

Kita mengetahui bahwa dalam tradisi Israel, setelah 7 kali 7 tahun (= 49 tahun), maka tahun ke-50 akan menjadi tahun Yobel dimana terjadi pembebasan total bagi mereka yang menjadi budak atau mengalami pendudukan. Dalam hitungan hari, setelah 7 kali 7 hari (= 49 hari), hari pentakosta (= hari ke-50) biasanya dirayakan juga (Imamat 23:15-21; Ulangan 16:9-11). Hari ke-50 adalah hari Minggu, satu hari setelah sabtu sabat ke-7.

Demikian juga pada hari kebangkitannya itu, Yesus mendatangi para murid yang berkumpul dan menghadirkan "damai sejahtera dan sukacita" (Yohanes 20:19-23). Seminggu kemudian pada hari minggu berikutnya ketika para murid kembali berkumpul, para murid mengatakan kepada Thomas bahwa: "kami melihat Tuhan" dan ketika Thomas sendiri melihatnya keluarlah pengakuan "Ya Tuhanku dan Allahku" (Yohanes 20:24-29), pengakuan jemaat awal yang menegaskan bahwa 'Yesus adalah Tuhan' yang identik dengan pengakuan kepada Yahweh sendiri (Mazmur 35:23-24). Dari sinilah kemudian timbul istilah 'Hari Tuhan' (kuriake Hemera) untuk menyebut hari pertama dalam minggu dimana Yesus menyatakan diri sepenuhnya sebagai 'Tuhan'. Rasul Yohanes melihat penglihatan pada 'hari Tuhan' (Wahyu 1 :10) dan 'hari Tuhan' juga akan menunjukkan hari kedatangan-Nya yang keduakali kelak untuk menghakimi manusia (Kisah 2:20; 2 Petrus 3: 1 0). Istilah 'hari Tuhan' dalam PB tidak ditujukan kepada YHVH melainkan kepada Tuhan Yesus.

Menarik untuk diketahui bahwa setelah 'bangkit pada hari minggu' Yesus menyatakan diri pada para murid pada 'hari minggu' berikutnya dimana mereka berkumpul mengenang hari kebangkitan Yesus untuk makan roti dan doa (bandingkan Kisah 20:7). Yesus tidak menyatakan diri pada hari Sabat sabtu kepada orang-orang Yahudi, melainkan pada hari Minggu kepada para murid-Nya. Demikian juga pada hari minggu mengenang kebangkitan-Nya ia mengaruniakan 'Roh Kudus' kepada murid-murid-Nya (Yohanes 20:22), dan Roh Kudus dicurahkan kepada umat manusia pada 'hari Minggu' yaitu pada hari 'Pentakosta' (hari ke-50 setelah Sabat Paskah). Hari Pentakosta dianggap sebagai kelahiran gereja Kristen. Gereja Kristen lahir pada hari Minggu, hari mengenang kebangkitan Yesus yang menandakan kemenangannya atas dosa dan maut.

Semua ini menunjukkan bahwa Tuhan Yesus Kristus memang menghendaki kita menjadikan 'hari Minggu' sebagai 'hari Tuhan' dimana kita menjalankan "Sabat", bukan dalam pengertian Sabat Yahudi yang berupa ritual yang memberatkan umat, namun dalam pengertian 'Tahun Rahmat Tuhan', Sabat Akbar (Yobel) yang membebaskan umat manusia dari segala penderitaan mereka.

Perlu disadari bahwa hari Minggu bukanlah hari Sabat dalam pengertian ritual tradisi Yahudi, dan sekalipun para murid kemudian masih menghadiri perayaan hari Sabat di Bait Allah / Sinagoga, mereka melihat Sabat sebagai menunjuk Yesus yang menjadi Sabat bagi manusia. Kemudian, para murid berangsur-angsur meninggalkan pertemuan Sabat di rumah ibadat Yahudi dan berkumpul memecahkan roti di hari minggu di rumah-rumah mereka (Kisah 20:7; 1 Korintus 16:2). Persekutuan demikianlah yang kemudian menjadi hari persekutuan rutin bagi para murid Yesus.

Semula para murid Yesus yang berasal dari bangsa Yahudi masih melakukan pertemuan di hari Sabat sebagai bagian dari tradisi sosialbudaya Yahudi mereka, namun karena Sabat adalah khas terkait dengan perjanjian kepada Musa yang berkaitan dengan bangsa Israel yang keluar dari Mesir dan tidak ada dalam perjanjian kepada Nuh untuk umat manusia, maka karena Sabat ditujukan kepada umat Israel, umat Kristen yang berasal dari orang asing umumnya tidak ikut merayakan Sabat, apalagi di rumah-rumah ibadat Yahudi (sinagoge).

Karena perkembangan kekristenan yang cukup pesat dan dianggap menjadi duri dalam agama Yahudi, kemudian ada peraturan yang dikeluarkan pimpinan agama Yahudi tentang 'Birkat Ha-Minim' (doa melawan penyesat), yang melarang semua pengikut Kristus berada di Bait Allah / Sinagoge pada hari Sabat, peraturan ini menyebabkan umat Kristen yang orang Yahudi kemudian berkumpul di rumah-rumah di hari minggu karena mereka sekarang dilarang merayakan Sabat di hari sabtu di Sinagoge.

Bapa-Bapa gereja sesudah rasul Yohanes meninggal (akhir abad pertama) juga menguatkan bahwa perkumpulan di hari minggu sudah dipraktekkan secara luas di kalangan Kristen. Kita sudah melihat bahwa umat Kristen menyebut hari minggu sebagai 'hari Tuhan' (κυριακη ημερα - kuriakê hêmera, Wahyu 1:10), sebagai hari 'Tuhan Yesus', yang bangkit pada hari pertama dalam minggu.

Memang ada yang menafsirkan bahwa 'hari Tuhan' itu bukan menunjuk pada hari minggu tetapi menunjuk pada 'hari penghakiman Tuhan terakhir,' namun dari konteks Wahyu 1:10, terlihat bahwa hari dimana Yohanes menerima wahyu itu disebut 'kuriake hemera,' padahal biasanya dalam LXX, untuk menunjuk kepada 'hari Tuhan' yang maksudnya sebagai hari penghakiman terakhir, LXX menggunakan istilah berbeda, yaitu 'he hemera tou kyriou.' Hari Tuhan, selagi mencakup nafas perhentian Sabat yang lama sekaligus mengungkapkan pembaharuan dalam Roh Kudus, dan bukannya dalam huruf-huruf yang lama (Roma 7:6).

Hari Minggu dalam bahasa lndonesia berasal dari bahasa Portugis Dominggo yang berarti 'Tuhan,' yang kemudian dijadikan kosa kata lndonesia menjadi hari 'Minggu.'

Dalam Didakhe 14 (kitab pengajaran Ke-12 Rasul yang berasal dari abad awal) dengan eksplisit disebutkan bahwa 'kuriake hemera' adalah hari minggu.
Ignatius (115 M, Epistle to the Magnesian) mengatakan:

"Jangan kita memelihara lagi hari Sabat, melainkan merayakan Hari Yesus Kristus, pada hari mana hidup kita bangkit dari kematian oleh Dia."


Justinus Martir (165 M) mengatakan bahwa:

""pada hari pertama itu dengan mengubah gelap menjadi terang Tuhan menjadikan dunia, dan karena Yesus Kristus, Juruselamat kita, pada hari itupun, yaitu hari pertama dalam pekan, bangkit dari mati dan menampakkan diri kepada murid-muridNya. "


Melito, uskup Sardis (190 M) menulis thesisnya berjudul 'Hari Tuhan' yang maksudnya 'hari Minggu.' Sedangkan bapa gereja lainnya, yaitu Tertulianus (200 M) mengatakan bahwa:

""hari Tuhan, yaitu hari kebangkitannya, kita bukan hanya meninggalkan kebiasaan berlutut, tetapi juga menanggalkan segala kesusahan dan segala yang menindas kita serta bangkit bekerja."


Demikian juga Clemens dari Alexandria (220 M) mengatakan bahwa:

""hari pertama dari tiap-tiap pekan telah menjadi hari perhentian, karena kebangkitan (Tuhan Yesus) dari kematian."


Dari data-data di atas kita dapat melihat bahwa kebiasaan berkumpul pada hari Minggu oleh umat Kristen di rumah-rumah menggantikan berkumpul di hari Sabat Sabtu Yahudi di rumah ibadat, disamping jemaat di Israel sejak hari kebangkitan Tuhan Yesus dan Kisah Para Rasul, ternyata sudah menjadi praktek jemaat kristen sejak abad pertama baik di Afrika Utara, Eropah maupun Asia Kecil, jauh sebelum kekaisaran Konstantin pada abad ke-4 meresmikan hari minggu dengan mengeluarkan edik sebagai hari istirahat negara dan didukung oleh Paus.

Mendukung kenyataan yang telah berjalan tiga abad lamanya itu, pada tahun 321 M, kaisar Konstantin mengeluarkan edik yang menentukan hari minggu sebagai hari istirahat negara dan meliburkan/menutup gedung-gedung pemerintahan pada hari itu, sehingga para pegawai dapat pemerintah dapat mengalami kelegaan setelah enam hari bekerja keras. Edik ini bukan merupakan produk ketentuan yang baru lahir, melainkan meresmikan kebiasaan yang sudah berjalan tiga abad lamanya.

Pengertiannya yang dikandung dalam edik disini adalah bahwa masyarakat harus berhenti /libur dari pekerjaan sehari-hari dan menghadiri pertemuan ibadat di hari minggu. Hari minggu tidak pernah dianggap sebagai hari Sabat (seperti dimengerti dalam agama Yahudi). Baik Roma Katolik, Orthodox, tidak menganggap ibadat hari Minggu sebagai penerusan Sabat Yahudi.

Para reformator seperti Martin Luther dan Yohanes Calvin juga menekankan hari Minggu sebagai hari istirahat dan hari berbakti bagi umat Kristen, tetapi mereka juga menolak mengkaitkan hari Minggu dengan hari Sabat Yahudi.

Hari Minggu memang menggantikan Sabat sebagai hari istirahat dan berkumpulnya jemaat, tetapi bedanya Sabat sabtu berfungsi sebagai perbuatan baik dalam ritual Taurat yang kalau dilanggar adalah dosa, sedangkan hari Minggu adalah hari berkumpul bagi umat Kristen yang dengan sukacita merayakan hari kebangkitan Yesus yang telah menang atas dosa dan maut dan telah memerdekakan mereka dari perhambaan kerja.

III. PASKAH KEBANGKITAN



Gerakan Kembali ke Akar Yudaik secara pelahan tapi pasti telah menggeser hari Paskah Kebangkitan kembali menjadi Pesakh Yahudi yang dirayakan pada hari Sabtu dan didahului dengan perjamuan roti tidak beragi pada malam sebelumnya.

Sebenarnya kedua kata Pesakh dan Paskah itu sama, namun pengertiannya di buku ini dibedakan, yaitu פסח – PESAKH untuk menunjuk kepada perayaan Yahudi yang diadakan pada "hari Sabat" (
שבת הגדול - SYABAT HAGADOL) sebagai peringatan keluarnya Israel dari tanah Mesir dibawah Musa, sedangkan Paskah menunjuk kepada perayaan Kristen yang diadakan pada hari Minggu sesudah Pesakh Yahudi untuk mengenang kebangkitan Yesus, karena itu disini keduanya dibedakan ejaannya hanya untuk memperjelas dalam membandingkannya.

Pada umur 12 tahun Yesus pergi ke Yerusalem merayakan hari raya tahunan Yahudi Pesakh sebagai peringatan keluarnya orang Israel dari perbudakan di Mesir (Lukas 2:41-42). Dalam perayaan Pesakh Yahudi, biasanya pada malam sebelumnya dilakukan perjamuan makan roti tidak beragi. Pesakh dalam agama Yahudi adalah peringatan peristiwa bangsa Israel keluar dari Mesir, dan semalam sebelumnya, Tuhan menyuruh mereka mempersembahkan korban anak domba dan makan roti tidak beragi dimana darah anakdomba itu digunakan untuk memberi tanda pada rumah-rumah orang Yahudi untuk membedakannya dengan rumah-rumah orang Mesir (Keluaran 12:1-28). Peristiwa ini, yaitu פסח – PESAKH keluaran dari Mesir itu, dirayakan setiap tahun oleh umat Israel/Yahudi. Sekarang, bagaimana dengan perayaan Paskah umat Kristen?

Ketika Yesus akan berpisah dari para muridNya, la melakukan Perjamuan Malam sebelum Pesakh sesuai ritual Yahudi itu (Lukas 22:7-38), namun perlu disadari bahwa Yesus tidak melakukan ritual kurban Pesakh Yahudi, kecuali kebiasaan makan, tetapi menggunakan momentum perayaan perjamuan makan pada malam sebelum Pesakh dan roti dan anggur di dalamnya itu untuk membawa para murid kepada pengertian baru kurban penebusan darah dan daging Yesus. (Lihat artikel PERJAMUAN YANG TERAKHIR sebagai sejenis PERJAMUAN PASKAH, di perayaan-paskah-dan-perjamuan-yang-terakhir-vt244.html#p531 )

Dalam upacara malam sebelum Pesakh itu Yesus bersama ke duabelas murid-Nya melakukan perjamuan makan roti dan minum anggur:

"Lalu la mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikan kepada mereka, kata-Nya: "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku." Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; la berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan karena kamu." (Lukas 22:19-20)


Perjamuan Malam sebelum Pesakh itu kemudian dikenal dikalangan Kristen sebagai 'Perjamuan Kudus' dirayakan setahun sekali sebelum penyaliban Yesus, namun dalam kekristenan kemudian, perjamuan malamnya juga dilakukan pada hari-hari lainnya disamping "Jumat Agung" (peringatan hari kematian Kristus, catatan : hari peringatan kematian Kristus oleh beberapa kalangan Kristen juga diperingati pada hari Rabu, lihat artikel di kapan-yesus-kristus-disalib-vt306.html#p652 ), ada yang merayakannya setahun dua kali, tiga kali, setiap bulan, setiap minggu, bahkan pada kekristenan awal kita melihat antusiasme mereka menyebabkan mereka merayakan perjamuan kasih itu bahkan setiap hari.

Rasul Paulus menggambarkan penebusan Yesus sebagai penggenap penebusan domba Paskah malam Pesakh Yahudi ketika ia mengatakan:

"Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus." (1 Korintus 5:7).


Dengan perjamuan kudus ini Yesus telah mengubah konsep ritual פסח – PESAKH yang sebenarnya mengenang keluarnya bani Israel dari perbudakan di Mesir dengan korban anak domba, menjadi pembebasan melalui penebusan darah dan daging Yesus keluar dari dosa, karena Ialah anak domba Paskah, ini harus dikenang selama-lamanya.

Perjamuan malam sebelum Pesakh yang dirayakan setahun sekali bahkan dilakukan lebih sering di rumah-rumah jemaat.

"Mereka bertekun dalam pengajaran rasulrasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa." (Kisah 2:41)



Upacara perjamuan kudus itu terus berlanjut dan meluas ke semua tempat dimana umat Kristen berkembang. Jemaat Korintus juga merayakannya dan rasul Paulus mengingatkan mereka kembali akan makna Perjamuan Malam itu agar tidak disalah gunakan:

"Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus pada malam waktu la diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu la mengucapkan syukur atasnya; la memecahmecahkannya dan berkata: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!" Demikian juga la mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!" (1 Korintus 11 :23-25).



Menyusul peringatan "Jumat Agung" (peringatan hari kematian Kristus) setahun sekali sebelum Pesakh Yahudi, umat Kristen merayakan kebangkitan Yesus pada hari pertama dalam minggu itu, yaitu yang kemudian disebut sebagai minggu Paskah. Hari Paskah adalah hari sukacita yang dirayakan pada hari minggu sesudah peringatan hari kematian Kristus untuk mengenang kebangkitan Yesus dari antara orang mati menggenapi kemenangannya atas dosa dan maut dan membuka kesempatan bagi umat Kristen memperoleh penebusan dan kebangkitan kelak.

Paskah Kristen bukanlah Pesakh Yahudi, Pesakh Yahudi mengenang pembebasan bangsa Israel dibawah Musa dari perbudakan fisik di Mesir dan dirayakan pada hari Sabtu setahun sekali, yang didahului dengan perjamuan roti tidak beragi pada malam sebelumnya, tetapi Paskah Kristen mengenang penebusan dan pembebasan manusia oleh Tuhan Yesus dari perbudakan dosa dan maut dan dirayakan pada hari Minggu setahun sekali, dan didahului dengan perjamuan kudus dan dientaskan pada hari minggu mengenang kebangkitan Yesus.

Paskah merupakan puncak dan hari raya utama umat Kristen. Umat kristen dapat tidak merayakan hari Natal namun umat Kristen akan selalu merayakan Paskah kebangkitan.

Kebangkitan Yesus dari antara orang mati yang dikenang sebagai Paskah banyak ditolak oleh orang termasuk orang Kristen, tidak kurang timbul berbagai teori yang menolak kebangkitan itu:

1. Teori pencurian mayat sudah dicatat dalam Alkitab sebagai dusta yang disebarluaskan otoritas Yahudi (Matius 28: 11-15);

2. Yesus tidak mati disalib tetapi mati-suri saja dan dikemudian hari berkelana dan mati di Kashmir-India (dongeng dari India yang dipopulerkan oleh jemaat Ahmadyah / Ahmad Deedat);

3. Yesus tidak disalib, namun tempatnya digantikan oleh orang lain (berita AlQur'an) yaitu Yudas (disebut dalam Injil Barnabas);

4. Kebangkitan hanya mitos (dongeng) yang dimasukkan oleh umat Kristen awal dalam cerita penyaliban, kebangkitan hanya terjadi dalam iman bukan realita (Bultmann);


Dibalik keraguan dan teori manusia yang menolak kebangkitan Yesus, justru Perayaan Paskah sekaligus menunjukkan dan membuktikan bahwa Yesus memang mati di salib dan meninggalkan kubur kosong dan pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati. Paskah sebagai kenangan kebangkitan tentunya bukan sekedar mitologisasi sesuatu yang diimani tetapi memang kenangan sejarah, apalagi kalau diingat betapa ketatnya tradisi Yahudi dalam merayakan Sabat sabtu dan berkumpul pada hari sabtu, dan ini di kalangan umat Kristen bisa berubah begitu drastis. Hanya kebangkitan Paskah yang riel yang memungkinkan hal itu terjadi.


IV. SEMUA MAKANAN HALAL



Tradisi Yahudi menekankan kesucian makanan sebagai bagian ritualnya lahiriah dan bertumpu pada perbuatan baik, karena itu diatur mengenai mana makanan halal dan mana makanan haram. Namun Yesus telah mengadakan Perjanjian Baru dimana bukan makanan suci yang menyelamatkan kita tetapi pencurahan darahnya di kayu salib, dengan demikian umat Kristen tidak terikat lagi akan peraturan tentang makanan halal dan haram.

Bagaimana pandangan Yesus soal makanan halalharam dibawah hukum Taurat? Mengenai soal makanan yang najis, Yesus mengajarkan bahwa:

"Bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang." (Matius 15:11; lihat ayat 1-20)


Jawaban ini ditujukan kepada orang Farisi dan ahli Taurat yang mempersoalkan makanan haram dan penggunaan alat makan termasuk tangan yang dibasuh. Di sini Yesus membedakan adatistiadat Yahudi (budaya religi) dengan 'perintah Allah' yaitu hukum imamat sebenarnya.

"Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari padaKu. Percuma mereka beribadah kepadaKu, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (Matius15:8-9),

"Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia." (Markus7:8)



Semula yang dipersoalkan dalam konteks ayat itu adalah soal 'membasuh tangan' (bagaimana), tetapi kemudian Yesus membawanya kepada 'alasan pembasuhan' itu (mengapa). Yesus memberi pengertian bahwa tangan dibasuh agar jangan ada bekas makanan najis yang dimakan, itulah sebabnya Tuhan Yesus bercerita mengenai makanan halal dan haram pada ayat paralelnya (Markus 7:1-23; lihat ayat 18-19).

* Markus 7:18-19
7:18 LAI TB, Maka jawab-Nya: "Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya,
7:19 LAI TB, karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?" Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal.
TR, οτι ουκ εισπορευεται αυτου εις την καρδιαν αλλ εις την κοιλιαν και εις τον αφεδρωνα εκπορευεται καθαριζον παντα τα βρωματα
Translit Interlinear, hoti {karena} ouk {bukan} eisporeuetai {(itu) masuk} autou {nya} eis {ke dalam} tên kardian {hati} all {tetapi} eis {ke dalam} tên koilian {perut} kai {lalu} eis {ke dalam} ton aphedrôna {jamban} ekporeuetai {keluar} katharizon {[Dia 'Yesus'] menghalalkan} panta {semua} ta brômata {makanan-makanan}



Coba Anda perhatikan "empat" kata terakhir Markus 7:19 :

[1] καθαριζον - 'KATHARIZON', dalam bentuk present aktif partisip, nominatif tunggal netral, dari kata dasar καθαριζω – 'KATHARIZÔ'. Tunggal berarti yang dimaksud adalah salah satu dari "aku", "engkau", atau "ia". Nominatif berarti kata kerja itu digunakan sebagai predikat dari subyek kalimat induk. Dalam hal ini subyek berada di ayat 18, "Maka jawab-Nya...", KAI LEGEI AUTOIS, "dan Dia berkata kepada mereka".
Partisip adalah menggambarkan partisipasi dalam tindakan yang dilakukan oleh kata kerja, menerangkan dan memodifikasi kata kerja dalam kalimat utama ('LEGEI').
Tunggal Nominatif, καθαριζον - 'KATHARIZON', "(ia) menghalalkan" Genitif (verba menyatakan sumber atau milik),

[2] παντα - 'PANTA', dalam bentuk adjektiva akusatif jamak netral dari dasar – πας - 'PAS', "segala", "semua"; Kata παντα - 'PANTA' (jamak) bermakna "semua, seluruh, segenap"

[3] τα - 'TA', artikel (kata sandang), akusatif jamak netral, bandingkan dengan 'the' dalam bahasa Inggris, dan artikel ini berhubungan dengan kata berikutnya.
Kasus Akusatif adalah kasus yang menunjukkan fungsi sebagai obyek langsung atau obyek berpreposisi dalam kalimat.

[4] βρωματα - 'BRÔMATA', bentuk akusatif jamak netral dari kata βρωμα - 'BRÔMA', "makanan" atau "daging"
Kata βρωματα - 'BRÔMATA' dalam bentuk akusatif ini menunjukkan bahwa konteks ayat ini adalah tentang makanan-nya, bukan hanya merujuk kepada "tangan yang najis".

Maka "empat" kata terakhir Markus 7:19 dapat diterjemahkan menjadi "KATHARIZON {[Dia 'Yesus'] menghalalkan} PANTA {segala} TA BROMATA {makanan-makanan}"



Disamping makanan yang masuk, kenajisan bukan 'bagaimana' seseorang membasuh tangan, tetapi 'mengapa' kenajisan harus dibersihkan, jaitu kenajisan yang masuk ke mulut, dan ini kemudian dibawa kepada pengertian baru bahwa yang menajiskan sebenarnya adalah kata-kata yang keluar dari mulut dan bukan makanan yang masuk ke dalam mulut itu.

Dalam Markus 7:4 kita melihat bahwa ketika pergi ke pasar, dimana dijual daging babi (kesukaan orang Romawi & Yunani) dan makanan najis lainnya, sehingga di pasar orang saling memegang barang dagangan menjadikan barang-barang dapur termasuk tangan menjadi ikut najis/kotor, dan kenajisan dan kotoran itulah yang harus dibersihkan agar tidak masuk mulut kalau makan.

Kemudian, Yesus menyebut bahwa semua makanan itu sebenarnya halal (Markus 7: 19), dan para murid termasuk Petrus mendengar juga ajaran itu. Tetapi, para murid tidak segera mencernanya karena adat istiadat Yahudi begitu melekat. Petrus masih mengikuti adat lama dengan tidak makan makanan yang diharamkan nenek moyang (Kisah 10: 14), karena itu Tuhan Yesus memberi Petrus visiun makanan halal-haram dalam kaitan dengan orang asing yaitu Kornelius (Kisah 11:5-10).

"Aku sedang berdoa di kota Yope, tiba-tiba tiba-tiba rohku diliputi kuasa ilahi dan aku melihat suatu penglihatan: suatu benda berbentuk kain lebar yang bergantung pada keempat sudutnya diturunkan dari langit sampai di depanku. Aku menatapnya dan didalamnya aku lihat segala jenis binatang berkaki empat dan binatang liar dan binatang menjalar dan burung-burung. Lalu aku mendengar suara berkata kepadaku:
Bangunlah hai Petrus, sembelihlah dan makanlah! Tetapi aku berkata: Tidak, Tuhan, tidak, sebab belum pernah sesuatu yang haram dan yang tidak tahir masuk ke dalam mulutku. Akan tetapi untuk kedua kalinya suara dari sorga berkata kepadaku:
Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram. Hal itu terjadi sampai tiga kali, lalu semuanya ditarik kembali ke langit."
(Kisah 11 :5-10).




Bagi Taurat Yahudi, agama Yahudi hanya untuk orang Yahudi saja, namun Yesus menghidupkan agama Kristen (mengikuti namanya Kristus) dimana tidak ada perbedaan antara bangsa Yahudi dan bangsa lain dalam nama Yesus, dan ini diidentikkan dengan tidak adanya perbedaan antara makanan haram dan halal dalam agama.

Dalam persidangan di Yerusalem (Kisah 15) kita melihat ajaran soal makanan halal-haram disadari para Rasul sehingga mereka dapat makan segala macam makanan kecuali (waktu itu) mereka masih membatasi pada makanan yang tidak tercemar berhala dan daging binatang yang tercekik dan darah, namun kita melihat dalam ajaran Paulus kemudian, soal inipun sudah lebih maju lagi (1 Korintus 8). Dalam surat Paulus ajaran Yesus mengenai semua makanan halal menjadi lebih jelas.

Sekalipun Petrus sudah memperoleh penglihatan jelas dalam kasus Kornelius dan kemudian diperteguh dalam persidangan Yerusalem, kita melihat sikap Petrus masih sering lemah yang ikut-ikutan adat Yahudi pengikut Yakobus (Kisah 21:15-26) hingga dikritik Paulus (Galatia 2:11-14), namun pada akhirnya Petrus juga makin teguh dengan keyakinan Injilnya. Berbeda dengan penganut kesucian makanan yang melarang orang minum anggur, Rasul Paulus menyuruh Timotius meminum anggur agar tidak lemah tubuh dan pencernaannya (1 Timotius 5:23).

Jadi, umat Kristen tidak perlu membedakan makanan karena semua diciptakan untuk manusia, dan Tuhan Yesus sudah mengubah pengertian lahir menjadi rohani, tetapi itu tidak berarti bahwa kita dapat dengan bebas makanminum. Kita harus bertanggung jawab menjaga tubuh kita yang adalah Bait-Allah (1 Korintus 6: 19-20) dengan menahan diri dalam hal makanan dengan demikian kita memuliakan Allah dengan tubuh kita.

Akhirnya, marilah mendengarkan nasehat rasul Paulus, agar kita berhati-hati menghadapi semangat ajakan kembali ke akar Yudaik yang berdasarkan taurat dan adat-istiadat Yahudi, melainkan hendaklah umat Kristen tetap berada dalam ajaran dan teladan sang juruselamat Kristus:

"Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya itu hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedangkan wujudnya ialah Kristus." (Kolose 2:16)

V. MARI MERAYAKAN NATAL



Sekalipun bukan yang utama, perayaan hari Natal menjadi perayaan yang paling populer dilakukan dalam dunia Kristen termasuk juga di dunia sekuler di seluruh dunia. Natal menjadi hari libur internasional yang panjang yang biasa diisi dengan pesta-pora yang sering berlebihan porsinya dan perjalanan-perjalanan jauh sampai akhir tahun sebelum memasuki tahun yang baru.

Sehubungan dengan kemerosotan arti Natal itu yang intinya sebagai peringatan akan kelahiran sang Juruselamat, beberapa sekte menolak perayaan Natal yang dianggap sebagai perayaan kafir yang dikristenkan.

Bagaimana dengan perayaan hari Natal, perayaan yang ditujukan untuk mengenang kelahiran Yesus di Betlehem? (Matius 1: 18 - 2: 12; Lukas 2: 1-20) yang umumnya dirayakan umat Kristen pada tanggal 25 Desember setiap tahun? Perayaan ini ada yang menganggap sebagai perayaan kafir, sebab:

Yesus tidak dilahirkan pada bulan Desember, tetapi bulan Tishri (September-Oktober), dan tanggal 25 Desember adalah hari peringatan dewa matahari (saturnalia).


Pada bulan apakah Yesus sebenarnya dilahirkan? Benarkah seperti yang dikatakan dalam tradisi Gereja yang menyebutkan bahwa Yesus dilahirkan pada tanggal 25 Desember?

Kelihatannya tanggal dan bulan ini memang tidak tepat benar, soalnya pada bulan Desember - Januari, di kota Betlehem, Yudea, dimana kelahiran Yesus terjadi, iklimnya cukup dingin dengan beberapa tempat bersalju sehingga agaknya tidak mungkin para gembala bisa berada di padang Efrata dalam keadaan musim demikian (Lukas 2:8). Demikian juga kaisar Agustus tentunya tidak akan mengeluarkan kebijakan sensus dan menyuruh penduduk Yudea melakukan perjalanan jauh dalam suasana musim dingin yang mencekam demikian.

Ada pendapat selain bulan Desember itu, yaitu dikemukakan bahwa Yesus dilahirkan kemungkinan pada sekitar bulan Tishri (September - Oktober) yaitu pada saat Hari Raya Pondok Daun, dimana waktu itu iklimnya menunjang. Argumentasi bulan Tishri yang dikemukakan adalah dikarenakan masa waktu penugasan Zakharia masuk ke Bait Allah adalah sekitar bulan Siwan (Mei - Juni) dan dengan memperhitungkan lama kandungan Elizabeth dan Maria, maka diperkirakan kelahiran terjadi pada sekitar Hari Raya Pondok Daun (September Oktober, lihat artikel TANGGAL BERAPA YESUS LAHIR?, di tanggal-berapa-yesus-lahir-vt250.html ).

Sekalipun kemungkinan pada bulan Desember adalah jauh mengingat musimnya dan ada yang memperkirakan sekitar bulan September - Oktober, kita tidak akan tahu secara pasti pada bulan apa Yesus dilahirkan apalagi mengenai tanggalnya. Yang jelas Yesus lahir di dunia dan yang perlu dikenang oleh umat Kristen bukan perayaannya pada hari-hari mana, tetapi makna dibaliknya, yaitu kelahiran Juruselamatnya.

Umat Kristen pada abad pertama tidak merayakan Natal seperti layaknya umat Kristen sekarang, mereka lebih terpukau untuk merayakan hari kematian, dan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus yang dikenal sebagai hari Paskah, dan belum memikirkan hari kelahiranNya.

Sebenarnya semula di gereja Timur (orthodox) dirayakan hari Epifani (manifestasi) pada tanggal 6 Januari untuk merayakan hari pembaptisan Yesus di sungai Yordan. Perayaan epifani juga masih dirayakan saat ini dengan memberkati air baptisan di gereja Timur dan sungai Yordan juga diberkati pada hari Epifani, dan sudah dilakukan sejak abad 3.

Di gereja Barat (Katolik), hari Epifani itu dirayakan juga untuk mengingat kunjungan orang Majus untuk menyembah bayi Yesus, dan sejak abad 4, perayaan ini dilakukan untuk mengenang peristiwa yang terjadi sekitar manifestasi kelahiran Yesus di Betlehem. Dalam kaitan dengan perayaan pembaptisan Yesus itu, pada malam tanggal 5 Januari sekaligus dirayakan peringatan kelahiran Yesus. Data tertulis yang mencatat perayaan kelahiran Yesus itu sudah ada pada abad 4.

Pada tahun 274, di Roma dimulai perayaan hari kelahiran Matahari pada tanggal 25 Desember sebagai penutup festival saturnalia (17-24 Desember) karena di akhir musim salju tanggal itu, Matahari mulai kembali menampakkan sinarnya dengan kuat.

Menghadapi perayaan kafir yang sangat kuat ini, umat Kristen umumnya meninggalkannya dan tidak lagi mengikuti upacara tersebut, namun dengan adanya proselitasi (pengkristenan) orang Roma secara masal sejak kaisar Konstantin menjadi Kristen, banyak orang Roma yang tetap merayakan hari Matahari itu sekalipun sekarang sudah mengikuti agama Kristen. Kenyatan ini mendorong para pemimpin gereja kala itu untuk berusaha mengalihkan penyembahan dewa Matahari itu dan menggantinya menjadi perayaan 'Matahari Kebenaran,' dan kemudian menggantinya menjadi perayaan Natal.

Sejak tahun 336, secara resmi perayaan Natal dilakukan pada tanggal 25 Desember sebagai pengganti tanggal 5-6 Januari. Ketentuan ini diresmikan oleh kaisar Konstantin yang kala itu dijadikan lambang raja Kristen. Perayaan Natal kemudian dirayakan di Anthiokia (tahun 375), Konstantinopel (380), dan di Alexandria Mesir (430), dan kemudian menyebar ke tempattempat lain dan masakini dirayakan diseluruh dunia, baik dalam dunia dengan tradisi Kristen maupun tidak.

Dari data sejarah tersebut kita dapat mengetahui bahwa Natal bukanlah perayaan dewa matahari, namun untuk mengalihkan orang Roma dari perayaan dewa Matahari kearah Tuhan Yesus Kristus, maka tradisi perayaan Natal tanggal 5-6 Januari digeser ke sini, dengan maksud agar umat Kristen tidak lagi mengikuti tradisi kafir dengan merayakan hari Matahari. Hari Natal dimaksudkan untuk menggantikan hari Matahari.

Sekalipun masih ada umat Kristen yang mendua hati dengan masih merayakan hari Matahari kala itu, umat Kristen yang bertobat tidak lagi mengartikan hari itu sebagai hari Matahari melainkan sebagai peringatan kelahiran Tuhan Yesus Kristus. Umat Kristen masakini juga tidak mengkhususkan pada tanggal 25 Desember, penentuan pada tanggal itu merupakan usaha menuju keseragaman nasional, dan bukti bahwa umat Kristen tidak terpaku hari itu adalah kenyataan bahwa umumnya perayaan Natal masakini diadakan di antara awal bulan Desember sampai akhir bulan Januari tahun berikutnya, bahkan ada yang diluar kurun waktu itu.

Seperti yang terjadi dalam semua agama, termasuk agama Yahudi dimana Yesus sering mengkritik umat Yahudi yang menekankan adatistiadat manusia lebih dari perintah Allah (Markus 7:6-8), demikian juga adat-istiadat manusia juga masuk ke dalam perayaan Natal terutama dikalangan tradisi Roma Katolik dimana tradisi dihargai setara dengan Alkitab.

Pada abad ke-13, Franciscus dari Assisi memperkenalkan 'creche' yaitu replika kandang dalam gua dengan ternak-ternaknya, dimana disitu juga ada berdiri patung Yusuf dan Maria dengan bayinya di atas palungan dan dihadiri para gembala dan orang majus. Replika ini menjadi hiasan perayaan Natal yang utama sebelum pohon Natal dikenalkan. Sejak itu perayaan Natal selain diisi dengan makan minum dan tarian juga diisi dengan lagu-lagu yang dikenal sebagai Christmas Carol. Lagu-lagu Natal ini sering dinyanyikan oleh sekelompok penyanyi yang mendatangi orang-orang pada malam Natal dari rumah ke rumah.

Di antara lagu-lagu Natal tersebut, yang paling terkenal adalah lagu 'Stille Nacht, heilige Nacht' yang diciptakan oleh seorang Jerman Franz Xaver Gruber yang meninggal dunia pada tahun 1863, lagu yang terkenal di seluruh dunia dan selalu dilantunkan pada hari Natal dimanamana.

Bagaimana sampai terjadi bahwa pohon terang dijadikan hiasan sentral dalam perayaan Natal? Sekalipun ada yang mengira bahwa kekristenan itu menyembah dewa pohon yang digambarkan sebagai pohon Natal, tidak ada data sejarah yang menunjang hal itu, selain bahwa pohon den (tanne baum) merupakan simbol kekekalan. Sumber gereja Katolik Roma, menyebutkan mengenai Pohon Terang, sebagai berikut:

"Pohon Natal berupa pohon cemara yang dihiasi dengan lilin atau lampu-lampu berwarna, biskuit, buah-buahan atau bola berwarna-warni pada hari sebelum Natal. Kebiasaan itu mungkin berhubungan dengan 'sandiwara firdaus', yang pada Abad Pertengahan dipentaskan dimuka pintu gerbang gereja-gereja. Di permainan ini terdapat a.l. sebatang pohon yang digantungi buah-buah apel. Lilin dan lampu yang sekarang dikenakan, melambangkan 'Terang Dunia', yaitu Kristus yang kelahiranNya dirayakan pada hari Natal (25 Desember)." (A. Heuken S.J., Ensiklopedi Gereja, jilid 7, hlm. 21).

Dalam iklim 4 musim seperti di Eropah dimana umumnya pohon-pohon mengalami perubahan sesuai dengan iklim yang terjadi, yaitu musim salju (pohon gundul), musim semi (pohon bersemi/bertunas), musim kemarau (pohon berbunga), dan musim gugur (pohon daunnya berguguran), maka kita dapat melihat bahwa pohon den merupakan pohon yang tetap hijau sepanjang ke-4 musim itu. Ini menunjukkan simbol kekekalan di tengah ketidak kekalan pohon-pohon lain, dan kemudian dijadikan lambang bahwa Kebenaran Tuhan Yesus menggambarkan ajaran yang kekal di tengah dunia yang berubah-ubah dan tidak kekal ini.

Lilin-lilin pohon Natal yang kemudian diganti lampu listrik yang berkelap-kelip adalah gambaran penerangan rumah yang terlihat dibalik pohon-pohon den. Di musim salju, ditengah rumput bersalju, pohon-pohon den berdiri megah dengan kehijauan daun-nya, dan melalui celahcelah dahan dan daunnya kita biasa melihat pemandangan yang menakjubkan yaitu kerlapkerlipnya sinar lampu dari rumah-rumah. Kerlapkerlip sinar ini juga menggambarkan terang telah hadir di pada hari Natal.

Bagaimana dengan figur Santa Claus yang sekarang dikaitkan dengan perayaan Natal? Sebenarnya semula figur Santa Claus ini tidak ada dalam perayaan Natal, namun dikaitkan dengan figur pada abad XI, Santo Nicholas, yang menurut legenda adalah seorang uskup yang baik hati dan suka membagi-bagikan hadiah pada anak-anak pada malam tanggal 5 Desember sebelum tanggal 6 dirayakan.

Legenda Santo Nicholas itu kemudian diadopsi di Belanda sebagai 'Sinter Klaas & Swarte Piet' yang dirayakan tanggal 5 Desember yang datang berkuda di malam Natal membagibagikan hadiah kepada anak-anak. Di Amerika Serikat kisah ini berubah menjadi figur Santa Claus yang dikaitkan pada malam Natal dan menaiki kereta salju penuh hadiah, ditarik oleh 8 ekor rusa kutub. Santa Claus lalu terbang menembus awan untuk mengantarkan hadiahhadiah itu kepada anak-anak di seluruh dunia melalui cerobong asap di atap rumah-rumah, gambaran mana merupakan perpaduan legenda Santa Claus dengan Odin, dewa Norwegia yang dipercaya punya kereta ditarik tujuh rusa kutub yang bisa terbang.

Yang perlu didemitologisasikan dari perayaan Natal bukan hari Natalnya (yaitu kenangan kelahiran Yesus di Betlehem yang bisa dianggap tanggal 25 Desember atau hari lainnya sekitar itu), tetapi perayaan Santa Claus dengan kereta ditarik rusa-rusa kutubnya yang bisa terbang itu, dan juga sikap merayakan hari Natal dengan berpesta-pora.

Merayakan hari Natal sebagai perayaan Kristen baik sekali untuk mengenang kelahiran 'Immanuel' Allah yang menjadi manusia Yesus, agar sekeluarga dapat bersama -sama menghormatinya dan menganut ajarannya dengan sepenuh hati, karena Yesus yang menjadi juruselamat manusia telah hadir di bumi dan mendatangkan sukacita dan damai sejahtera bagi manusia, sesuai berita sukacita Natal berikut:

"Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya .... Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka." (Lukas 2: 14,20)

VI. SUNAT - BAPTISAN



Disamping adanya bayang-bayang adat basuhan Perjanjian Lama yang kemudian
diteruskan dalam ritual baptisan dalam Perjanjian Baru, dalam PL, perjanjian Allah melalui Abraham dinyatakan dengan tanda sunat.

"Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu .... Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat." (Kejadian 17).



Tetapi perlu disadari bahwa sunat itu sendiri tidak menyelamatkan tetapi yang menyelamatkan adalah iman yang diperkenan Allah, karena berkat Tuhan juga diturunkan kepada keturunan Abraham sebagai Bapa orang percaya.

Perlu disadari bahwa sekalipun sunat merupakan lambang iman tetapi bayi dan anakanak yang belum mengerti soal iman pun juga disunat oleh orang tuanya yang beriman. Yesus pun dalam konteks tradisi Yahudi disunat pada hari kedelapan (Lukas 2:21).

Sunat yang secara fisik berarti membuang kulup kelamin melambangkan kesediaan membuang dosa sebagai lambang pengampunan dosa dari Allah, namun dalam Perjanjian Lama pun disebutkan bahwa sunat kelamin tidak berarti bila tidak ada sunat hati (Ulangan 10: 16), dan sunat hati akan dikerjakan oleh Tuhan agar umat kasih akan Tuhan:

"Dan TUHAN, Allahmu, akan menyunat hatimu dan hati keturunanmu, sehingga mereka mengasihi TUHAN, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, supaya engkau hidup." (Ulangan 30:6)



Demikian juga nabi Yeremia mengatakan agar umat bersunat hati agar tidak mendatangkan murka Tuhan (Yeremia 4:4).

Dalam Perjanjian Baru, tanda sunat itu telah digantikan dengan baptisan dengan makna yang sama karena sunat telah digenapkan dalam Yesus.

Pertama, baptisan sama dengan sunat melambangkan pembersihan dari dosa, dan baik baptisan air maupun sunat hanya merupakan tanda lahiriah yang harus disertai dengan pertobatan di hati.

Kedua, baik sunat maupun baptisan memiliki arti memasukkan umat ke dalam perjanjian Allah, atau dalam istilah PB sebagai tanda persekutuan dengan Yesus (Roma 6:5).

Rasul Paulus menggambarkan bahwa baptisan PB itu sebagai pengganti sunat PL, ia berkata:

"Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam Baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati." (Kolose 2: 11-12, bandingkan dengan Roma 6:3-4).


Bila baptisan menggantikan sunat maka jelas bahwa membaptis anak juga memiliki keadaan yang sama dengan menyunat anak, karena anak yang disunat juga belum mengerti sunat hati. Dari sini kita dapat melihat bahwa anugerah perjanjian Tuhan melebihi upacara manusiawi.

Kalau begitu, mengapa Yesus tidak dibaptis waktu bayi melainkan disunat?
Justru ketika bayi, Yesus masih berada dibawah Taurat dan ia belum menjalankan penebusan diatas kayu salib sehingga perintah baptisan belum diberikan. Baptisan Yohanes adalah baptisan transisi dari sunat ke baptisan PB, dan pada waktu Yesus bayi, Yohanes Pembaptis juga masih bayi. Yohanes Pembaptis membaptis setelah ia dewasa dan ialah yang membaptiskan Yesus dan para Rasul.

Ada yang mempersoalkan, bukankah ketika Yesus berkotbah banyak orang tua membawa anak-anak mereka dan Yesus tidak membaptiskan anak-anak itu hanya memberkati mereka?

Perlu disadari bahwa Yesus tidak membaptiskan sehingga waktu ada anak-anak dibawa kepadaNya tentu anak-anak itu tidak dibaptis oleh-Nya, demikian juga Yesus juga tidak membaptis mereka yang dewasa sekalipun mereka mengaku iman (Yohanes4:2).

Pada waktu Yohanes Pembaptis dan Yesus bekerja hanya orang dewasa saja yang mengikutinya termasuk anak-anak yang bisa ikut mendengar kotbah nya, tetapi selanjutnya setelah orang-orang bertobat dan percaya, maka ketika mereka mempunyai anak, anak-anak itu menjadi bagian dari anugerah perjanjian Allah, karena itu anak-anak termasuk bayi mereka dibaptiskan juga.

Adalah tugas orang tua untuk selanjutnya mengajar mereka mengenai iman dan kebenaran Tuhan sejak kecil, dan bila sejak kecil mereka sudah dididik ber-iman dan hidup dalam kebenaran dan tidak berbuat dosa, maka tidak ada lagi keperluan bahwa mereka mengaku dosa lagi dalam upacara baptisan ulang (Amsal 22:6).

Tidak pernah ada bayi-bayi dan anak-anak dari keluarga yang tidak beriman yang dibaptis, hanya bayi-bayi dan anak-anak dari orang tua berimanlah yang dibaptiskan atau bersama orang tua mereka. Dalam kotbahnya di hari Pentakosta, rasul

Petrus berkotbah:

"Bertobatlah dan hendaklah kamu masingmasing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi yang masih jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita." (Kisah 2:38-39).


Ayat di atas menyiratkan bahwa anak-anak dari orang percaya terhisap dalam anugerah perjanjian Allah, karena itu mereka dapat dibaptis sejak dilahirkan oleh orang tua yang beriman.

Setelah hari Pentakosta setelah banyak orang beriman mempunyai anak-anak, keselamatan itu dijanjikan kepada mereka termasuk seisi rumah mereka (Kisah 11:14;16:15,31; 18:8). Tentu ini termasuk anak-anak yang belum mengerti soal iman dan pertobatan dan juga termasuk orang dewasa yang belum mengalami proses pertobatan dan iman dalam rumah keluarga itu.

Ketika kepala penjara bertobat dan beriman kepada Yesus, keluarganya ikut dibaptis (tentu termasuk keluarga yang masih kecil) padahal sekalipun ada diantara mereka yang dewasa ikutikutan beriman tanpa kita ketahui apakah mereka juga mengalami pertobatan seperti bapak mereka.

"Lalu mereka memberitakan firman Tuhan kepadanya dan semua orang yang ada di rumahnya. Pada jam itu juga kepala penjara itu membawa mereka dan membasuh bilurbilur mereka. Seketika itu juga ia dan keluarganya memberi diri dibaptis. Lalu ia membawa mereka ke rumahnya dan menghidangkan makanan kepada mereka. Dan ia sangat bergembira, bahwa ia dan seisi rumahnya telah menjadi percaya kepada Allah." (Kisah 16: 32-34).


Dalam uraian sebelumnya, disebutkan bahwa Sunat digantikan oleh Baptisan (Kolose 2:11-12). Ada yang menafsirkan bahwa ayat itu tidak menyebutkan bahwa Sunat PL digantikan oleh Baptisan PB.

Memang tidak secara eksplisit disebutkan bahwa Sunat PL digantikan oleh Baptisan PB, tetapi ayat itu dan juga gambaran umum mengenai Sunat dan Baptisan dalam PL & PB menyebutkan bahwa Sunat Yudaisme dalam kekristenan digantikan oleh Baptisan. Ini bisa dilihat dalam perbandingan berikut:

1. Sunat menggambarkan perjanjian Allah dengan umatnya, demikian juga Baptisan:
2. Sunat menggambarkan orang percaya secara turun temurun (keturunan Abraham, bapa orang percaya), demikian juga Baptisan menggambarkan orang percaya secara turun temurun;
3. Sunat juga dilakukan pada anak-anak (keturunan Abraham) yang belum tahu dan mengerti soal percaya, demikian juga Baptisan juga dilakukan pada anak-anak keturunan umat Kristen;
4. Sunat lahiriah menggambarkan sunat hati (pertobatan), demikian juga dengan baptisan.

Demikian juga halnya dengan ayat Roma 2:28-29, ada yang menafsirkan bahwa sunat PL dalam PB sudah diganti dengan sunat hati PB jadi bukan diganti baptisan.

Sebenarnya ayat itu tidak menggambarkan bahwa sunat lahir diganti sunat hati, sebab sunat lahir itu sebenarnya lambang sunat hati (yang lebih penting) dan ini sudah diingatkan oleh para nabi PL juga, jadi bukan baru oleh Paulus dalam PB diajarkan (Ulangan 10: 16;30:6; Yeremia 4:4).

Lalu bagaimana dengan adanya kenyataan bahwa mengapa Sunat hanya dilakukan untuk anak laki-laki sedangkan baptisan untuk anakanak perempuan juga?

Dalam PL, perjanjian dilakukan dalam konteks 'patriakhat' jadi jalur keturunan Abraham (Yahudi) dan ditekankan pada jalur laki-laki, ini berbeda dengan PB dimana di dalam Kristus lakilaki dan perempuan disetarakan (lihat Galatia 3:2629).

Juga ada yang menafsirkan bahwa dengan menyamakan sunat dengan baptisan, bukankah kita menyatakan bahwa semua orang percaya harus disunat, hanya bentuknya lain yaitu baptisan? Dengan begitu, kita juga harus tetap melakukan hukum Taurat, itu berarti tidak ada gunanya Yesus mati.

Perlu disadari juga bahwa sekalipun baptisan menggantikan ritual sunat, sunat tidak identik sama dengan baptisan sekalipun menggambarkan beberapa kesamaan, tetapi juga ada bedanya. Sunat adalah tanda perjanjian Tuhan dengan keturunan Abraham (Yahudi) dan sekalipun sunat hati lebih penting daripada sunat lahir yang dilambangkannya, dalam PL perlambangan itu sendiri mempunyai arti 'penyelamatan', sedangkan dalam PB perlambangan itu (baptisan) sendiri tidak memiliki arti sebagai 'penyelamatan' melainkan sebagai lambang saja. Ini dimungkinkan karena Yesus telah menebus umat percaya, sedangkan dalam PL umat percaya masih harus menebus dengan cara-cara mereka juga seperti dengan sunat, korban dan persembahan, dan juga dengan menjalankan taurat.

Kenyataan bahwa Yesus dan para Rasul yang sudah disunat harus dibaptis menunjukkan bahwa baptisan sekalipun disebut pengganti sunat artinya ada bedanya.

Bukan berarti bahwa baptisan menggantikan sunat dalam arti yang sama sesuai ajaran Taurat PL, tetapi digantikan dengan baptisan sesuai ajaran anugerah PB. Karena itu, sekalipun seseorang sudah disunat, ia harus mengikuti baptisan, karena sunat-hati PL baru menggambarkan pertobatan dan belum menggambarkan percaya akan Yesus sebagai Messias, sedangkan sunat-hati PB yang dilambangkan baptisan mempercayai Yesus sebagai penggenap Taurat. Yesus sekalipun disunat sesuai tradisi Yahudi, dibaptis karena menggenapkan kehendak Allah (Matius 3:13-17, bandingkan Matius 5: 17).

KESIMPULAN



Setelah dibahas beberapa aspek penting perubahan dari ritual Yahudi ke dalam kekristenan, maka kita dapat menyimpulkan halhal berikut:

Yesus telah datang bukan untuk meniadakan Taurat, namun memberi penggenapan akan arti Taurat yang sebenarnya;

Sejak awal pelayanannya, Yesus sekalipun hadir di sinagoga pada hari Sabat, la tidak lagi menjalankan ritual Sabat bahkan sering dituduh melanggar Sabat. Yesus adalah Tuhan atas hari Sabat, la menjadi Sabat bagi umat Kristen;

Umat Kristen tidak lagi mewajibkan perayaan Pesakh Yahudi, karena Yesus telah menjadi pembebas umat manusia yang memerdekakan kita dari dosa dan maut. Kebangkitan Yesus kita rayakan sebagai hari Paskah;

Ritual Yahudi menempatkan makanan sebagai halal dan haram, namun dalam Yesus semua makanan menjadi halal selama itu dilakukan dengan memuliakan Allah;

Hari Natal adalah hari mengenang kelahiran Tuhan Yesus. Kita harus menolak tahyul yang disisipkan ke dalam perayaan Natal, namun peringatan akan kelahiran sang Juruselamat 'Imanuel' yaitu Allah yang menjadi manusia sangat penting untuk dikenang terus;

Baptisan Perjanjian Baru adalah penggenapan adat basuhan dan sunat Perjanjian Lama.
Manusia Kristen dibaptis agar terhisap dalam kesucian Allah (dibasuh dengan darah Yesus) dan terhisap sebgai keluarga keturunan orang beriman (disunat hati ke dalam keluarga beriman);


Berbahagialah mereka yang telah menerima Anugerah Allah dan tidak lagi terikat kuk perhambaan Taurat!

"Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakakan kuk perhambaan .... Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kami mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!" (Galatia 5:1,13-14).



Disalin dan diedit seperlunya dari buku :

Herlianto, SYARIAT TAURAT atau KEMERDEKAAN INJIL?, Yabina, 2008.

0 komentar:

Posting Komentar